Biografi Penulis Kitab Sejarah Hidup Imam Ad-Dāraquthniy bernama Abū Al-Hasan ‘Ali bin ‘Umar bin Ahmad bin Mahdiy bin Mas'ūd bin An-Nu'mān bin Dīnār bin ‘Abdillāh Al-Baghdādiy, seorang ahli qiraat, al-hāfidzh, dan Amīr Al-Mukminīn fī Al-Hadīts. Beliau lahir di bulan Dzulqa'dah tahun 306 H di Baghdad, di sebuah mahallah (distrik/kampung) yang bernama Dār Al-Quthn. Mengenai keluarga beliau, penulis mendapati bahwa ayah beliau adalah ahli hadis dan ahli qiraat, lagi tsiqah. Adz-Dzahabiy berkata mengenai Imam Ad-Dāraquthniy, “Beliau bagaikan lautan ilmu, termasuk kalangan ulama dunia, kepadanya berakhir hapalan dan pengetahuan ‘ilal hadis dan para rijalnya, bersamaan dengan keilmuan beliau dalam qiraat dan jalur-jalurnya, kuatnya pengetahuan fiqh, perbedaan pendapat, sejarah perang Nabi, sejarah manusia, dan lain-lain.” Beliau juga ahli dalam bahasa, nahwu, dan sastra. Imam Ad-Dāraquthniy dalam hal aqidah mengikuti salaf ash-shālih. Hal ini tampak dari karya-karyanya...
Bacaan Tingkat Tinggi Fiqh Hanbaliy
Kita lanjutkan postingan kemarin, masih tentang kitab-kitab fikih Hanbali yang sepatutnya diketahui oleh Hanabilah Nusantara sebelum menyelami satu persatu kitab-kitab yang telah disebutkan. Kini tentang bacaan tingkat tingginya, yakni:
1. Asy-Syarhul Kabiir 'alâ Al-Muqni', karya Syamsuddin Abul Faraj Abdurrahman bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisiy (w. 682), keponakannya Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah (w. 620).
Disebutkan bahwa Syamsuddin Abul Faraj meminta izin kepada pamannya untuk menulis penjelasan atas kitab Al-Muqni' yang ditulis oleh pamannya sendiri. Kitab Al-Muqni' ini merupakan kitab yang disusun oleh Al-Muwaffaq yang di dalamnya menyebutkan dua riwayat dalam mazhab dalam suatu permasalahan.
Syamsuddin Abul Faraj menyusun syarahnya yang diambil dari kitab Al-Mughniy karya pamannya, Al-Muwaffaq. Di dalamnya disebutkan perkara-perkara furu', wujuh (suatu hukum yang diterima pada suatu permasalahan dari ash-haab Al-Imam), dan riwayat (suatu hukum yang diriwayatkan dari Al-Imam dalam suatu permasalahan). Beliau tidak meninggalkan penjelasan dari Al-Mughniy kecuali sedikit saja.
Metode penyusunannya menyebutkan dulu masalah yang ada di kitab Al-Muqni' lalu menjelaskannya kemudian menyebutkan pendapat pamannya serta yang menyelisihinya. Selain itu, menyebutkan pula dalil lalu argumen yang dipilihnya kemudian menyebutkan dalil yang menyelisihinya. Alhasil, metodenya ini berjalan di atas ikatan dalam mazhab Al-Imam Ahmad bin Hanbal radhiyallahu 'anhu.
Bakr Abu Zaid (w. 1429) mengatakan di kitabnya Al-Madkhal Al-Mufashshal li Madzhab Al-Imaam Ahmad, "Ada tiga perbedaan antara Asy-Syarhul Kabiir dengan Al-Mughniy:
- Ada sebagian pembahasan dari Al-Mughniy yang dilewatkannya.
- Menambahkan beberapa riwayat dan wujuh.
- Mengaitkan hadits-hadits dalam suatu permasalahan yang dilewatkan oleh pamannya di Al-Mughniy.
2. Al-Mughniy, salah satu kitab besar dalam fikih Islam untuk disiplin ilmu perbandingan mazhab ini merupakan masterpiecenya Muwaffaquddin Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisiy (w. 620), salah seorang ulama era Mutawashithiin.
Kitab ini adalah syarah atas mukhtashar fikih Hanbali yang ditulis oleh Abul Qaasim 'Umar bin Al-Husain bin Abdillah al-Khiraqiy (w. 334), seorang ulama era Mutaqaddimiin.
Al-Mughniy disusun oleh Al-Muwaffaq dengan menyajikan permasalahan dan dalilnya, lalu menyebutkan pendapat tak hanya intern mazhab yang memiliki beberapa riwayat tapi juga menyebutkan pendapat dari mazhab-mazhab lain beserta dalilnya. Kemudian menyebutkan pendapatnya dengan perkataan "wa lana".
Berikut beberapa testimoni terkait kitab ini:
"Salah satu kitab dalam fikih Islam yang agung, di mana penulisnya telah mencurahkan kemampuannya sehingga menjadi karya yang diharapkan umat. Beliau melakukannya sunguh-sungguh dan dengan baik, sehingga mazhab ini harum dengannya dan umat mempelajarinya," kata Ibnu Badraan (w. 1346).
'Izzuddin bin 'Abdissalaam (w. 660) berkata, "Tidaklah aku melihat kitab-kitab fikih Islam yang seperti Al-Muhallaa karya Ibnu Hazm dan kitab Al-Mughniy karya Syaikh Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah terkait kualitasnya. Mereka telah melakukan pencapaian yang luar biasa." Dikesempatan lain beliau berkata, "Tidaklah aku memberikan fatwa kecuali setelah merujuk kepada Al-Mughniy."
Adz-Dzahhabiy (w. 748) mengomentari testimoni di atas, "Benarlah apa yang dikatakan oleh 'Izzuddin bin 'Abdissalaam, dan kitab yang ketiga ialah As-Sunanul Kubraa karya Al-Baihaqiy, yang keempat At-Tamhhiid karya Ibnu 'Abdil Barr."
Bakr Abu Zaid (w. 1429) berkata, "Di dalam kitab Al-Mughniy mengandung dalil-dalil, khilaf yang tinggi antarmazhab, dan khilaf intern mazhab. Juga terdapat argumen untuk menunjang hukum yang ada, menyimpulkan khilaf, dan faedahnya. Tujuannya adalah untuk membuka gerbang pemahaman ijtihad dalam permasalahan-permasalahan fikih."
#end...
====
Qultu:
Buat kita yang masih newbie, jangan coba-coba bergaya Fulan gak ada dalilnya, Alan dalilnya lemah. Gak ada dalil atau Anda yang belum tahu dalil? Dalilnya lemah ataukah Anda yang lemah pemahamannya?
So, jangan menjustifikasi dulu sebelum Anda menelaah argumentasi para fuqaha di kitab-kitab mereka bila Anda memiliki kemampuan untuk itu. Jika tidak, lebih baik diam, karena kita sama-sama orang awam.
Salam,
Dari pembelajar pemula fikih Hanbali
Abu 'Aashim
📌 Ditulis oleh Al Ustadz Mhd Nanang Ismail
📌 Dirapikan dan diedit oleh Saya
Komentar
Posting Komentar