Langsung ke konten utama

Mari Baca ...

Makalah M. Djohandra (11/09/2021) ~ Metode Kitab Sunan Ad-Dāraquthniy

Biografi Penulis Kitab Sejarah Hidup Imam Ad-Dāraquthniy bernama Abū Al-Hasan ‘Ali bin ‘Umar bin Ahmad bin Mahdiy bin Mas'ūd bin An-Nu'mān bin Dīnār bin ‘Abdillāh Al-Baghdādiy, seorang ahli qiraat, al-hāfidzh, dan Amīr Al-Mukminīn fī Al-Hadīts. Beliau lahir di bulan Dzulqa'dah tahun 306 H di Baghdad, di sebuah mahallah (distrik/kampung) yang bernama Dār Al-Quthn. Mengenai keluarga beliau, penulis mendapati bahwa ayah beliau adalah ahli hadis dan ahli qiraat, lagi tsiqah.   Adz-Dzahabiy berkata mengenai Imam Ad-Dāraquthniy, “Beliau bagaikan lautan ilmu, termasuk kalangan ulama dunia, kepadanya berakhir hapalan dan pengetahuan ‘ilal hadis dan para rijalnya, bersamaan dengan keilmuan beliau dalam qiraat dan jalur-jalurnya, kuatnya pengetahuan fiqh, perbedaan pendapat, sejarah perang Nabi, sejarah manusia, dan lain-lain.” Beliau juga ahli dalam bahasa, nahwu, dan sastra.   Imam Ad-Dāraquthniy dalam hal aqidah mengikuti salaf ash-shālih. Hal ini tampak dari karya-karyanya...

Bidayah Al-'Abid wa Kifayah Az-Zahid II (Muqaddimah Penulis - Pasal Istinja' & Istijmar)


Muqaddimah Penulis

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah yang telah memahamkan agama-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan memberi taufik dalam ibadah dan kebenaran kepada mereka yang taat kepada-Nya. Serta shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Sayyidina Muhammad sang pemandu kepada jalan kebenaran, juga kepada keluarganya, para sahabatnya yang terkemuka dan patut jadi teladan, dan siapa saja yang mengikuti mereka dengan ihsan hingga Hari Kembali.

Amma ba'du, aku telah beristikharah kepada Allah dalam menulis ringkasan yang bermanfaat, terbatas pada Bab Ibadah, berdasarkan Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal, untuk memotivasi murid dan memberikan jalan bagi yang mencari manfaat. Aku menamainya Bidayah Al-'Abid wa Kifayah Az-Zahid. Aku memohon kepada Allah agar Dia menerimanya dan menjadikannya bermanfaat bagi setiap orang yang menyibukkan diri dengannya, baik bagi yang bertanya ataupun bagi yang ditanya. Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Pemurah untuk diletakkannya harapan seseorang.

Bab Thaharah

Thaharah adalah mengangkat hadas dan menghilangkan najis.

Air ada tiga jenis : Thahur, Thahir, dan Najis.

Thahur adalah air yang tetap sebagaimana keadaan alaminya, zatnya suci dan dapat menyucikan selainnya, boleh menggunakannya secara mutlak.

Thahir adalah air yang banyak berubah baik warnanya, rasanya, ataupun baunya disebabkan sesuatu yang suci, air thahir suci zatnya tapi tidak dapat menyucikan selainnya, boleh digunakan untuk selain mengangkat hadas dan menghilangkan najis.

Najis adalah air yang berubah disebabkan sesuatu yang najis di selain tempat yang disucikan, haram menggunakannya secara mutlak kecuali karena darurat.

Air yang banyak itu ukurannya dua qullah, dan air yang sedikit itu ukurannya di bawah dua qullah. Dua qullah itu 107,7 Rithl Damaskus atau yang berukuran sama dengannya.

Seluruh bejana suci boleh disimpan dan menggunakannya selama bukan emas ataupun perak.

Pasal

Istinja' adalah menghilangkan apa yang keluar dari suatu jalan dengan air ataupun batu dan yang semisalnya, wajib dilakukan setiap kali sesuatu keluar kecuali (1) angin, (2) sesuatu yang suci, (3) dan selain kotoran. 

Istijmar tidak sah kesuali (1) dengan sesuatu yang suci, (2) lagi mubah, (3) kering, (4) dan bersifat membersihkan. 

Membersihkan dengan batu, dan yang semisalnya, bekas yang tersisa tidak dapat dihilangkan kecuali dengan air. (5) Istijmar dipersyaratkan tiga usapan atau lebih yang bersifat membersihkan, (6) kotoran tersebut tidak melampaui kebiasaan, dan jika air digunakan, dia mesti sepenuhnya membersihkan tempat tersebut, yang mana berupa prasangka itu mencukupi.

(7) Haram dengan kotoran, tulang, (8) dan makanan, termasuk makanan binatang.

Wudhu' dan tayammum tidak sah kecuali setelah melakukannya. Haram (1) melebihi kebutuhan, (2) BAB di air, (3) BAK dan BAB di mata air,  di jalan yang dilalui, tempat berteduh, di bawah pohon berbuah yang buahnya untuk dipanen, (4) serta menghadap kiblat dan membelakanginya di tempat terbuka.

Komentar