Langsung ke konten utama

Mari Baca ...

Makalah M. Djohandra (11/09/2021) ~ Metode Kitab Sunan Ad-Dāraquthniy

Biografi Penulis Kitab Sejarah Hidup Imam Ad-Dāraquthniy bernama Abū Al-Hasan ‘Ali bin ‘Umar bin Ahmad bin Mahdiy bin Mas'ūd bin An-Nu'mān bin Dīnār bin ‘Abdillāh Al-Baghdādiy, seorang ahli qiraat, al-hāfidzh, dan Amīr Al-Mukminīn fī Al-Hadīts. Beliau lahir di bulan Dzulqa'dah tahun 306 H di Baghdad, di sebuah mahallah (distrik/kampung) yang bernama Dār Al-Quthn. Mengenai keluarga beliau, penulis mendapati bahwa ayah beliau adalah ahli hadis dan ahli qiraat, lagi tsiqah.   Adz-Dzahabiy berkata mengenai Imam Ad-Dāraquthniy, “Beliau bagaikan lautan ilmu, termasuk kalangan ulama dunia, kepadanya berakhir hapalan dan pengetahuan ‘ilal hadis dan para rijalnya, bersamaan dengan keilmuan beliau dalam qiraat dan jalur-jalurnya, kuatnya pengetahuan fiqh, perbedaan pendapat, sejarah perang Nabi, sejarah manusia, dan lain-lain.” Beliau juga ahli dalam bahasa, nahwu, dan sastra.   Imam Ad-Dāraquthniy dalam hal aqidah mengikuti salaf ash-shālih. Hal ini tampak dari karya-karyanya...

Bidayah Al-'Abid wa Kifayah Az-Zahid III (Pasal Siwak - Pasal Khuff & Jabirah)


Pasal

Bersiwak disunnahkan secara mutlak, kecuali bagi orang yang berpuasa (1) setelah tergelincirnya matahari dimakruhkan. (2) Dibolehkan sebelum tergelincirnya matahari dengan kayu yang basah, (3) walaupun lebih disukai yang kering. Siapa saja yang bersiwak dengan sesuatu selain kayu, maka dia tak sesuai dengan Sunnah.

Bersiwak ditekankan (1) saat akan shalat, (2) baca Al-Quran, (3) ketika wudhu', (4) bangun dari tidur, (5) masuk mesjid, (6) ketika bau mulut berubah, dan semisalnya.

Disunnahkan (1) dalam bersiwak mulai dari yang kanan, bersuci, dan semua urusannya, (2) memakai minyak, (3) memakai celak, (4) melihat ke cermin, (5) memakai wewangian, (6) mencukur rambut kemaluan, (7) memangkas kumis, (8) memotong kuku, (9) dan mencabut rambut ketiak.

Wajib khitan bagi laki-laki dan perempuan ketika sudah baligh, dan sewaktu masih kecil lebih utama.

Pasal

Wudhu' adalah menggunakan air yang suci menyucikan pada anggota tubuh yang empat dengan sifat atau cara tertentu. Menyebut nama Allah wajib pada (1) wudhu', (2) mandi, (3) tayammum, (4) membasuh tangan setelah bangun dari tidur malam yang membatalkan wudhu', (5) memandikan mayat, dan wajib membasuh kedua tangan setelah bangun dari tidur malam (1) tiga kali (2) dengan niat (3) dan menyebut nama Allah. 

Syarat wudhu' ada delapan : (1) terputusnya apa yang membuatnya wajib, (2) niat, dan dia merupakan syarat bagi setiap thaharah syar'i selain menghilangkan najis, dan yang semisalnya, (3) Islam, (4) berakal, (5) mumayyiz, (6) air yang digunakan suci menyucikan lagi mubah, (7) menghilangkan hal yang menghalangi sampainya air, (8) dan istinja'.

Rukunnya ada enam : (1) Membasuh muka - mulut dan hidung termasuk muka, (2) membasuh kedua tangan hingga siku, (3) menyapu seluruh kepala - kedua telinga termasuk kepala, (4) membasuh kedua kaki hingga mata kaki, (5) berurutan, (6) dan berkesinambungan, dua yang terakhir ini tidak diharuskan pada saat mandi.

Pasal

Boleh mengusap dua khuff dan semisalnya dengan tujuh syarat : (1) memakainya setelah sempurnanya thaharah dengan air, (2) menutupi tempat yang wajib, (3) secara urf memungkinkan untuk berjalan dengan keduanya, (4) keduanya kokoh (bahannya), (5) keduanya mubah, (6) suci bendanya, (7) dan tidak menampakkan kulit (tidak transparan). 

Baik orang yang bermukim dan orang yang bermaksiat dalam safarnya mengusap khuff (durasinya dimulai) dari hadas (pertama kali) setelah memakainya - selama sehari semalam, dan musafir yang bersafar dengan safar yang membuat qashar shalat serta dia tidak bermaksiat dalam safarnya itu (durasinya) tiga hari tiga malam, seandainya dia mengusap pada saat safar lalu bermukim, atau bermukim lalu safar, atau dia ragu kapan dia mulai mengusap, (durasi mereka dalam keringanan mengusap khuff) tidak lebih dari pengusapan khuffnya orang yang mukim.

Boleh juga mengusap jabirah (1) jika dia memakainya dalam keadaan suci, (2) dan jabirah tersebut tidak melampaui kadar kebutuhan. Jika jabirah tersebut melampauinya atau dia memakainya dalam keadaan tidak suci, dia wajib melepaskannya, jika dia takut hal itu akan membahayakan, dia bertayamum disertai dengan mengusap tempatnya dengan bersuci yang melampaui tempat kebutuhan.

(1) Jika tampak sebagian tempat yang wajib (2) atau terjadi padanya hal yang mewajibkan mandi (3) atau habis durasinya, batal wudhu'nya.

Komentar