Langsung ke konten utama

Mari Baca ...

Makalah M. Djohandra (11/09/2021) ~ Metode Kitab Sunan Ad-Dāraquthniy

Biografi Penulis Kitab Sejarah Hidup Imam Ad-Dāraquthniy bernama Abū Al-Hasan ‘Ali bin ‘Umar bin Ahmad bin Mahdiy bin Mas'ūd bin An-Nu'mān bin Dīnār bin ‘Abdillāh Al-Baghdādiy, seorang ahli qiraat, al-hāfidzh, dan Amīr Al-Mukminīn fī Al-Hadīts. Beliau lahir di bulan Dzulqa'dah tahun 306 H di Baghdad, di sebuah mahallah (distrik/kampung) yang bernama Dār Al-Quthn. Mengenai keluarga beliau, penulis mendapati bahwa ayah beliau adalah ahli hadis dan ahli qiraat, lagi tsiqah.   Adz-Dzahabiy berkata mengenai Imam Ad-Dāraquthniy, “Beliau bagaikan lautan ilmu, termasuk kalangan ulama dunia, kepadanya berakhir hapalan dan pengetahuan ‘ilal hadis dan para rijalnya, bersamaan dengan keilmuan beliau dalam qiraat dan jalur-jalurnya, kuatnya pengetahuan fiqh, perbedaan pendapat, sejarah perang Nabi, sejarah manusia, dan lain-lain.” Beliau juga ahli dalam bahasa, nahwu, dan sastra.   Imam Ad-Dāraquthniy dalam hal aqidah mengikuti salaf ash-shālih. Hal ini tampak dari karya-karyanya...

Bidayah Al-'Abid wa Kifayah Az-Zahid V (Pasal Mandi - Pasal Tayamum)


Pasal

Syarat mandi ada tujuh : (1) Terputusnya hal yang mewajibkannya, (2) niat, (3) Islam, (4) berakal, (5) mumayyiz, (6) air yang digunakan suci menyucikan lagi mubah, dan (7) menghilangkan hal-hal yang menghalangi sampainya air. Fardhunya adalah meratakan air ke seluruh badan, dalam mulutnya, dan hidungnya, hingga apa yang tampak dari kemaluan perempuan ketika dia duduk untuk buang hajat, prasangka itu cukup dalam hal isbagh, barangsiapa yang berniat mandi sunnah atau wajib akan mencukupi yang lain.

Dimakruhkan tidur dalam keadaan junub tanpa wudhu', dan dimakruhkan membangun kamar mandi, menjual atau menyewakannya, membaca Al-Quran di dalamnya, dan memberi salam namun bukan zikir. Boleh memasukinya dengan berpakaian serta aman dari jatuh ke dalam hal yang diharamkan, jika dikhawatirkan jatuh ke dalam hal yang diharamkan makruh, jika diketahui atau wanita memasukinya tanpa uzur, haram.

Pasal

Tayamum adalah menggunakan tanah tertentu kepada wajah dan kedua tangan ganti daripada bersuci dengan air untuk setiap perbuatan yang butuh dilakukan dengan air ketika tidak mampu darinya secara syar'i, kecuali (1) najis yang melekat pada selain badan (2) dan menetap di mesjid karena ada hajat.

Syarat tayamum ada tiga : (1) masuk waktu shalat, (2) tidak dapat air baik karena air tersebut ditahan dan semisalnya, atau takut mencarinya, atau menggunakannya justru berbahaya bagi badannya, hartanya, atau selain keduanya, barangsiapa yang mendapati air yang tidak cukup untuk thaharah, wajib dia menggunakannya kemudian bertayamum, (3) dengan tanah yang suci menyucikan lagi mubah tidak hasil bakar, ada padanya debu yang melekat di tangan. Jika dia tidak mendapati itu, dia shalat fardhu saja berdasarkan kondisinya, dan tidak perlu dia menambahkan dalam shalatnya hal yang lain (nawafil), dan tidak perlu mengulanginya.

Fardhu-fardhunya : (1) mengusap wajahnya, (2) kedua tangannya sampai siku, (3) berurutan, (4) berkesinambungan bagi hadas kecil, yaitu sesuai kadarnya dalam wudhu', (5) menentukan niat diperbolehkannya untuk hal mana yang ditayamumi apakah hadas atau najis, maka tidak cukup meniatkan salah satu keduanya terhadap yang lain, jika dia meniatkan keduanya, hal tersebut mencukupi.

(1) Hal-hal yang membatalkan wudhu' juga membatalkan tayamum, (2) keluar waktu, (3) ditemukannya air jika dia tayamum karena tidak mendapatinya, (4) hilangnya hal yang membolehkan untuk melakukannya, (5) dan lepasnya apa yang diusapkan atasnya.

Komentar