Peradaban Islam Andalusia dimulai tahun 711 M dan berakhir pada tahun 1492 M. Selama masa yang panjang ini, terjadi banyak kesalahan, malapetaka, dan pengkhianatan yang menghantarkan kepada berakhirnya peradaban yang hebat ini. Dengan mengetahui kesalahan-kesalahan tersebut kita dapat menjaga diri dari kehilangan Andalusia Baru. Kejadian-kejadian tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
Penindasan dan Pembunuhan terhadap Para Penakluk Andalusia
Pada tahun 716 M, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik melakukan penindasan terhadap tiga orang penakluk Andalusia, yaitu Musa bin Nushair, Thariq bin Ziyad, dan Abdul Aziz bin Musa bin Nushair. Ibn ‘Idzariy menyampaikan bahwa Sulaiman bin Abdul Malik menyengsarakan Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad, kemudian ia memerintahkan untuk membunuh Abdul Aziz bin Musa bin Nushair, kepalanya dibawa ke hadapan khalifah. Ia kemudian menunjukkan kepala itu kepada Musa bin Nushair seraya berkata, “Tahukah kau siapa ini?”. Musa menjawab, “Aku tahu, dia adalah seorang yang rajin berpuasa dan salat. Laknat Allah baginya jika terbunuhnya dia lebih baik daripada dirinya.” Adapun Thariq bin Ziyad, tidak diketahui bagaimana hidupnya selanjutnya. Ada yang mengatakan dia dibunuh, ada pula yang mengatakan dia menjadi pengemis di akhir hidupnya. Penindasan terhadap para penakluk ini dipandang sebagai kesalahan besar, padahal mereka adalah para tokoh yang berkapasitas untuk menaklukkan wilayah-wilayah lain setelah Andalusia. Musa bin Nushair memiliki rencana yang sempurna untuk menaklukkan Eropa serta merebut Konstantinopel dari arah Barat.
Kekalahan dalam Perang Poitiers (Bilath al-Syuhada)
Pada tahun 732 M, terjadi Perang Poitiers di tengah daratan Prancis, antara pasukan Dinasti Umayyah yang dipimpin oleh Gubernur Andalusia, Abdurrahman al-Ghafiqiy dengan pasukan Gaul yang dipimpin oleh Charles Martel. Perang ini berakhir dengan kekalahan pelik yang menyebabkan mundurnya pasukan Dinasti Umayyah serta jatuhnya berbagai daerah yang mereka kuasai di daerah Gaul.
Adapun sebab kekalahannya ada banyak, namun sebab terpentingnya adalah Abdurrahman al-Ghafiqiy tidak mengikuti metode para pemimpin sebelumnya di mana penguasaan harus secara perlahan karena adanya perbedaan karakteristik pemerintahan dan kekuatan Gaul dengan Goth. Kekalahan ini juga disebabkan oleh tidak adanya studi terhadap iklim Gaul terlebih dahulu dan juga struktur wilayah di sana, serta merupakan dampak daripada jauhnya posisi pasukan dari markas pasokan perbekalan perang. Daerah-daerah di Gaul berbentuk penghalang yang membentengi Andalusia.
Tidak Adanya Penyelesaian Terhadap Kerajaan-Kerajaan Kecil Spanyol
Di utara Andalusia terdapat beberapa kerajaan kecil Spanyol seperti Leon, Navarre, Asturias, dan Galicia. Abdurrahman al-Dakhil berhasil mendirikan Keamiran Umayyah yang makmur dan kuat di Andalusia pada tahun 576 M. Ia dan para penerusnya dari kalangan amir Dinasti Umayyah yang kuat berhasil memasuki wilayah keamiran ini, tetapi mereka jatuh dalam kesalahan di mana mereka hanya merasa cukup dengan memosisikan pasukan bertahan, mengambil jizyah, dan deklarasi loyalitas, padahal mereka harus mengambil langkah penyelesaian terhadap kerajaan-kerajaan itu, menjauhkan keluarga kerajaannya, serta menggabungkannya ke dalam Keamiran Umayyah secara langsung. Tidak adanya langkah lebih lanjut dari mereka dalam masalah ini menyebabkan kerajaan-kerajaan kecil tersebut dapat menguasai dan merebut Andalusia secara perlahan.
Dijatuhkannya Martabat Dinasti Umayyah Quraisy Andalusia
Keberlangsungan Andalusia di masa Keamiran Umayyah merupakan hari-hari terindahnya. Di mana waktu itu, keluarga Umayyah Quraisy mencerminkan sumber kesatuan dan persatuan bagi seluruh kabilah Andalusia. Mereka memandang bahwa dalam kalangan Dinasti Umayyah, keluarga Quraisylah yang memiliki kedudukan serta mencerminkan netralitas di antara mereka. Sayangnya, Amir Dinasti Umayyah, al-Hakam al-Mustanshir berbuat kesalahan, di mana ia menunjuk putranya yang masih kecil, Hisyam al-Mu’ayyad sebagai putra mahkota dan tidak menunjuk para saudaranya yang jauh lebih senior. Maka naiklah Hisyam al-Mu’ayyad menggantikan ayahnya pada tahun 976 M. Usia kecilnya ini dimanfaatkan oleh pelayan istana, Ibn Abi ‘Amir. Ia melakukan perusakan terhadap pemerintahan Dinasti Umayyah serta mengusir mereka dengan tangan langsung. Maka jatuhlah martabat dinasti serta simbol persatuan yang nantinya menyebabkan munculnya berbagai fitnah. Walaupun ada para amir Dinasti Umayyah yang muncul dan mencoba untuk mengembalikan dinasti sebagaimana sebelumnya, mereka gagal. Mereka telah masuk ke dalam masa konflik. Kabilah-kabilah Andalusia pun menolong satu amir untuk menghadapi amir lainnya, kemudian terbagi-bagilah Andalusia menjadi kerajaan-kerajaan kecil (al-Thawa’if).
Melepas 96 Benteng di Utara Andalusia
Pada tahun 1008 M, Amir Dinasti Umayyah, Muhammad al-Mahdiy melepaskan 96 benteng di perbatasan Andalusia. Ia menyerahkannya kepada Raja Kastilia, Sancho Gorce, sebagai ganti dari pemutusannya terhadap bantuan-bantuan yang datang kepada pesaing al-Mahdiy yang sedang memberontak, Amir Sulaiman al-Musta’in. Pelepasan ini menjadi titik politik balik, di mana dahulunya Andalusia dalam posisi menyerang dan sebagai pihak terkuat, sekarang justru dalam posisi bertahan dan sebagai pihak terlemah. Padahal benteng-benteng ini merupakan palang militer strategis yang melindungi Andalusia, dan juga menjadi titik tolak kampanye militer menghadapi kerajaan-kerajaan Spanyol.
Tidak Memanfaatkan Kemenangan dalam Perang Zallaqah
Pada tahun 1086 M, orang-orang Andalusia dan Almoravid berhasil merealisasikan kemenangan yang gemilang atas Spanyol pada Perang Zallaqah. Sudah merupakan keharusan setelah berakhirnya perang tersebut, mereka merebut kembali Toledo dan daerah lainnya. Tetapi Amirnya Almoravid, Yusuf bin Tasyifin, justru kembali ke Maroko disebabkan oleh wafatnya anak lelaki sekaligus putra mahkotanya, Abu Bakr, yang saat itu diberi tanggung jawab untuk mengurus Maroko. Kembalinya Yusuf ke Maroko juga disebabkan oleh adanya pemberontakan gubernur Sijilmasa, Ibrahim bin Abi Bakr.
Munculnya Pemerintahan Almohad dan Runtuhnya Pemerintahan Almoravid
Pada tahun 1118 M, pihak Almohad mulai melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Almoravid di Maroko dan Andalusia. Mereka memanfaatkan kesibukan Almoravid yang sedang berperang di Andalusia untuk melakukan revolusi dengan mendirikan pemerintahan Almohad. Hal ini menyebabkan melemahnya Almoravid. Mereka memindahkan sebagian tentara mereka dari Andalusia ke Maroko. Ini menjadi kerugian tersendiri bagi Andalusia, di mana pada masa pemerintahan Almoravid, mereka berhasil merebut kembali Valencia dan setiap kota selanjutnya pada tahun 1102 M. Mereka menang pada tahun 1108 M dalam Perang Ucles. Hasilnya mereka merebut Ucles, Cuenca, Acuna dan Consuegra. Pada tahun 1114 M, mereka mencapai Pegunungan Pirenia dan menghancurkan wilayah Kebangsawanan Catalonia yang terbentang antara Barcelona dan Pegunungan Pirenia. Pada tahun 1117 M, juga berhasil menaklukkan Coimbra.
Pengkhianatan Keluarga Ibn Hud
Pada tahun 1146 M terjadi Perang Chincilla. Pada perang tersebut pihak Andalusia mengalami kekalahan yang parah. Pihak Spanyol pun berhasil mendapatkan wilayah yang luas di timur Andalusia serta menjadi akhir daripada pengkhianatan keluarga Ibn Hud. Kampanye militer ini disebabkan oleh permintaan Saifud Daulah bin Hud yang meyakini bahwa Spanyol akan menolongnya dalam memerintah wilayah timur Andalusia, justru mereka meninggalkan dan membunuhnya. Disebutkan bahwa ayahnya yaitu, ‘Imadud Daulah bersekutu dengan pihak Spanyol dan membantu mereka dalam merebut Zaragoza pada akhir tahun 1118 M.
Sikap Kasihannya Sultan Ya’qub dengan Para Wanita Kerajaan Kastilia setelah Kemenangannya dalam Perang Alarcos
Pada tahun 1195 M, terjadi Perang Alarcos yang dimenangkan oleh pasukan Almohad dalam menghadapi pasukan Kerajaan Kastilia yang dipimpin oleh Raja Alfonso VIII. Kemenangan ini merupakan kemenangan yang gemilang. Raja Alfonso VIII melarikan diri ke Toledo. Sultan al-Manshur pun menyelesaikan perjalanannya di wilayah Kerajaan Kastilia hingga tiba di Toledo, ibu kota Kastilia dan melakukan pengepungan terhadapnya. Ia bertekad untuk menguasai Toledo. Namun keluarlah ibu daripada Alfonso VIII beserta para putri dan istrinya seraya menangis di hadapannya. Lantas ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari rencana itu dan menyepakati perdamaian. Ini merupakan hal yang disesalinya di kemudian hari.
Pengkhianatan dan Melemahnya Keluarga Bani al-Ahmar
Pada tahun 1228 M, Muhammad bin Hud al-Jidzamiy berhasil menguasai Andalusia dan mengusir Almohad. Ia melakukan pengumpulan tentara untuk memerangi Spanyol dan merebut wilayah yang sudah hilang. Namun dia harus menghadapi pengkhianatan Muhammad I bin al-Ahmar yang memberontak terhadapnya. Bahkan ia bersekutu dengan Spanyol dalam melakukan pengepungan dan upaya merebut Cordova dan Sevilla. Tujuannya adalah membangun keamiran kecil. Keamiran ini adalah Keamiran Granada yang menjadi kerajaan pertama Bani al-Ahmar.
Adapun Raja Abu ‘Abdillah al-Shaghir, ia merupakan raja terakhir dari Bani al-Ahmar. Ia sebagaimana raja pertamanya, merupakan sosok terburuk dalam sejarah Andalusia. Keamiran Granada pada masa ayahnya, Raja Abu al-Hasan, merupakan negara yang kuat dan berhasil menang menghadapi Spanyol pada tahun 1478 M, serta berhasil menguasai Kota al-Zahra. Namun Abu ‘Abdillah al-Shaghir melakukan pemberontakan terhadap ayahnya, kemudian pamannya, yang pernah menang dalam Perang Malaga menghadapi Spanyol pada tahun 1483 M. Abu ‘Abdillah al-Shaghir pun bersekutu dengan pihak Spanyol. Hal ini menyebabkan kekacauan dalam internal Keamiran Granada. Bahkan setelah dia menguasai keamiran, ia menyerahkan sebagian besar wilayah Keamiran Granada kepada Spanyol sebagai ganti dari singgasananya. Spanyol gagal masuk ke benteng terakhir Andalusia dengan kekuatan. Maka mereka pun melakukan “transaksi” para wazir rusak serta para penghasut Abu ‘Abdillah al-Shaghir untuk menyerahkan Granada. Hal ini menyebabkan dilepaskannya Granada pada tahun 1492 M. Dengan jatuhnya Granada selesailah sudah. Karena Granada merupakan wilayah yang meliputi markas perbekalan pangan dan persenjataan militer untuk melakukan penentangan dan perjuangan dalam waktu yang lama.
Sumber:
- Târîkh al-Khulafâ’, al-Suyûthiy.
- Jamharat Ansâb al-‘Arab, Ibn Hazm al-Andalûsiy.
- Siyar A’lâm al-Nubalâ’, al-Dzahabiy.
- Al-Kâmil fî al-Târîkh, Ibn al-Atsîr.
- Al-Bayân al-Mughrib fî Ikhtishâr Akhbâr al-Andalus wa al-Maghrib, Ibn ‘Idzâriy.
- Al-Hulul al-Mûsyiyyah fî Dzikr Akhbâr al-Marâkisyiyyah, Ibn al-Khathîb.
- Al-Anîs al-Muthrib bi-Raudh al-Qirthâs fî Akhbâr Mulûk al-Maghrib wa Târîkh Madînat Fâs, Ibn Abî Zar’ al-Fâs.
- Nadzhm al-Jumân li-Tartîb Mâ Salafa min Akhbâr al-Zamân, Abû Muhammad Hasan bin ‘Ali.
- Târîkh Ibn Khaldûn, Ibn Khaldûn.
- Al-Istiqshâr li-Akhbâr Duwal al-Maghrib al-Aqshâ, al-Nâshiriy.
- Al-Maghrib ‘Ibar al-Târîkh, Ibrâhîm Harakât.
- Wafayât al-A’yân wa Anbâ’ Abnâ’ al-Zamân, Ibn Khallikân.
Komentar
Posting Komentar