Biografi Penulis Kitab Sejarah Hidup Imam Ad-Dāraquthniy bernama Abū Al-Hasan ‘Ali bin ‘Umar bin Ahmad bin Mahdiy bin Mas'ūd bin An-Nu'mān bin Dīnār bin ‘Abdillāh Al-Baghdādiy, seorang ahli qiraat, al-hāfidzh, dan Amīr Al-Mukminīn fī Al-Hadīts. Beliau lahir di bulan Dzulqa'dah tahun 306 H di Baghdad, di sebuah mahallah (distrik/kampung) yang bernama Dār Al-Quthn. Mengenai keluarga beliau, penulis mendapati bahwa ayah beliau adalah ahli hadis dan ahli qiraat, lagi tsiqah. Adz-Dzahabiy berkata mengenai Imam Ad-Dāraquthniy, “Beliau bagaikan lautan ilmu, termasuk kalangan ulama dunia, kepadanya berakhir hapalan dan pengetahuan ‘ilal hadis dan para rijalnya, bersamaan dengan keilmuan beliau dalam qiraat dan jalur-jalurnya, kuatnya pengetahuan fiqh, perbedaan pendapat, sejarah perang Nabi, sejarah manusia, dan lain-lain.” Beliau juga ahli dalam bahasa, nahwu, dan sastra. Imam Ad-Dāraquthniy dalam hal aqidah mengikuti salaf ash-shālih. Hal ini tampak dari karya-karyanya...
Berikut 10 poin penting yang sudah diringkas dari perjalanan hidup sang pemimpin besar ini:
- Ia lahir di Kota Madinah pada tahun 26 H, yang bertepatan dengan tahun 646 M pada masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Ayahnya adalah Khalifah Marwan bin al-Hakam, sedangkan ibunya bernama ‘Aisyah binti Mu’awiyah bin al-Mughirah. Sejak kecil ia sudah mendalami ilmu agama. Ia adalah salah seorang yang terkenal karena ilmu, kefakihan, serta ibadahnya. Al-A’masy meriwayatkan dari Abu al-Zinad, “Ahli fikih Madinah itu ada empat orang: Sa’id bin al-Musayyib, ‘Urwah bin al-Zubair, Qabishah bin Dzu’aib, dan ‘Abdul Malik bin Marwan.”
- Peristiwa politik pertama yang ia saksikan adalah pembunuhan Khalifah ‘Utsman, ketika itu ia berusia 10 tahun. Pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, ia mendapatkan jabatan pertamanya. Ia ditunjuk oleh Mu’awiyah untuk menjadi kepala daerah Hajar, kemudian kepala dewan Madinah. Ia turut serta dalam kampanye militer ke Romawi dan Afrika. Ia juga pernah diberi tanggung jawab untuk menaklukkan Jalaula.
- Setelah wafatnya Khalifah Mu’awiyah II, ada tiga anggota keluarga Dinasti Umayyah yang mengajukan diri untuk menjadi khalifah, yaitu Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah, Marwan bin al-Hakam, dan ‘Amr bin Sa’id al-Asydaq. Diadakanlah konferensi di al-Jabiyah. Pada waktu itu Marwanlah yang paling memenuhi kriteria, karena ia jauh lebih senior dan berpengalaman. Ia pun dibai’at pada tahun 64 H atau 684 M dengan ‘Amr bin Sa’id sebagai putra mahkota. Khalifah Marwan berhasil membunuh al-Dhahhak bin Qais al-Fihriy dalam Perang Marj Rahith, yang mana hampir saja kekhalifahan direbut olehnya. Ia berhasil menggabungkan Mesir. ‘Abdul Malik bin Marwan ditunjuknya sebagai gubernur Palestina kemudian memerintah Damaskus.
- Ia mulai menjabat sebagai khalifah pada tahun 65 H atau 685 M setelah ayahnya wafat. Ia menerima negara yang sedang dalam keadaan terpecah. ‘Amr bin Sa’id sebagai putra mahkota menuntut agar ia yang jadi khalifah. ‘Abdul Malik hanya memimpin daerah Mesir dan Syam saja. Orang-orang pro-Ibn al-Zubair di bawah pimpinan ‘Abdullah bin al-Zubair memerintah Jazirah Arab, al-Mukhtar al-Tsaqafiy memerintah Irak, negeri lainnya dikuasai oleh gerakan Khawarij yang bermacam-macam. Pada tahun 67 H atau 686 M, Mush’ab bin al-Zubair meraih kemenangan atas al-Mukhtar al-Tsaqafiy. Ia menggabungkan Irak ke dalam wilayahnya. Rehatlah ‘Abdul Malik dari salah satu musuhnya. ‘Abdul Malik kemudian membunuh putra mahkota ayahnya, yaitu ‘Amr bin Sa’id pada tahun 69 H atau 689 M dikarenakan ia terus memberontak dan menuntut agar dirinya jadi khalifah. Hal ini dilakukan ‘Abdul Malik juga untuk memperkuat posisinya di internal dinasti.
- Pada tahun 72 H atau 691 M, pasukan Mush’ab bin al-Zubair berangkat dari Irak menuju Syam untuk menguasainya serta meruntuhkan Dinasti Umayyah. ‘Abdul Malik pun keluar menghadapinya. Terjadilah Perang Dair al-Jatsaliq yang berakhir dengan kemenangan ‘Abdul Malik bin Marwan dan terbunuhnya Mush’ab bin al-Zubair. Irak pun kembali ke pangkuan Dinasti Umayyah. ‘Abdul Malik tidak menunda lebih lama, ia pun mengirim pasukan yang berjumlah 20 ribu orang ke Hijaz di bawah pimpinan al-Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafiy untuk menghadapi ‘Abdullah bin al-Zubair. Al-Hajjaj pun mengepung Mekkah. Pengepungan berakhir setelah berlangsung selama 6 bulan 17 hari dengan terbunuhnya ‘Abdullah bin al-Zubair serta masuknya al-Hajjaj ke Mekkah dan menegaskan supremasi Bani Umayyah atas Hijaz pada tahun 73 H atau 692 M.
- Masa pemerintahannya dipandang sebagai masa yang penuh dengan pencapaian baik. Ia mencetak dinar emas murni pertama pada tahun 77 H atau 697 M. Dengan hal ini, tidak dibutuhkan lagi mata uang Bizantium. Ia melakukan arabisasi pemerintahan dari bahasa Persia ke bahasa Arab. Dalam hal arsitektur bangunan, ia membangun Kakbah berdasarkan arsitektur bangunan Quraisy, serta membangun Masjid Qubah al-Shakhrah. Ia juga membangun Kota Wasith di Irak dan mengatur sistem pengambilan zakat, pajak, dan jizyah. Ia menaikkan gaji tentara. Walaupun hal-hal tersebut berasal dari inisiatif dan idenya al-Hajjaj, tetap disandarkan kepada masa pemerintahan ‘Abdul Malik bin Marwan.
- Pada tahun 78 H atau 698 M, al-Mahlab bin Abi Shafrah berhasil menumpas Khawarij Azariqah, sementara al-Hajjaj berhasil menumpas Khawarij Shufriyah. Pada tahun 82 H atau 702 M, Hassan bin al-Nu’man al-Ghassaniy berhasil menang atas pemberontakan Bangsa Berber. Pada tahun 83 H atau 703 M, al-Hajjaj berhasil menumpas pemberontakan ‘Abdurrahman bin al-Asy’ats. ‘Abdul Malik sendiri mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan Romawi selama 10 tahun untuk menyelesaikan masalah internal.
- Setelah berhasil menumpas berbagai api fitnah internal dinasti, dimulailah kembali gerakan-gerakan penaklukkan. Di Timur, al-Mahlab berhasil merebut kota-kota Samarkand dan Bukhara. Yazid bin al-Mahlab berhasil menaklukkan Benteng Badghis pada tahun 84 H atau 704 M. Di Utara, berhasil menguasai kembali Armenia, Sivas, dan Eski Misis. Di Afrika, berhasil menguasai kembali wilayah-wilayah yang pernah hilang setelah syahidnya ‘Uqbah bin Nafi’.
- Ia memiliki beberapa orang istri di antaranya: Wiladah binti al-‘Abbas, darinya ia mendapatkan beberapa orang anak antara lain, al-Walid, Sulaiman, Marwan al-Akbar, dan ‘Aisyah. ‘Atikah binti Yazid, darinya ia punya anak antara lain Yazid, Marwan, Mu’awiyah dan Umm Kaltsum. ‘Aisyah binti Musa bin Thalhah, mempunyai seorang anak darinya yang bernama Bakkar. Umm Ayyub binti ‘Amr bin ‘Utsman, darinya ia punya anak yang bernama al-Hakam. Umm Hisyam binti Isma’il bin Hisyam, darinya ia punya anak yang bernama Hisyam. Umm al-Mughirah binti al-Mughirah, darinya ia punya anak yang bernama Fathimah. Adapun anak-anaknya yang lain seperti Maslamah, Muhammad, Sa’id, ‘Abdullah, al-Mundzir, ‘Anbasah, Hamd, dan al-Hajjaj dari para istri yang belum diketahui.
- Ia wafat pada 15 Syawal 86 H yang bertepatan dengan 9 Oktober 705 M di Kota Damaskus pada usia 60 tahun. Ia memerintah selama sekitar 20 tahun. Ia memanfaatkan wafatnya putra mahkota dinasti, yaitu saudaranya yang bernama ‘Abdul ‘Aziz sebelumnya untuk melepaskan dirinya dari wasiat ayahnya. Maka ia pun berwasiat dalam masalah putra mahkota untuk kedua putranya, al-Walid dan Sulaiman. Ia digelari Abu al-Muluk karena keempat anaknya menjadi khalifah Dinasti Umayyah. Mereka itu adalah al-Walid, Sulaiman, Yazid dan Hisyam.
Sumber:
- Târîkh al-Khulafâ’, al-Suyûthiy
- Siyar A’lâm al-Nubalâ’, al-Dzahabiy.
- Al-Kâmil fî al-Târîkh, Ibn al-Atsîr.
- Al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Ibn Katsîr.
Komentar
Posting Komentar