Langsung ke konten utama

Mari Baca ...

Makalah M. Djohandra (11/09/2021) ~ Metode Kitab Sunan Ad-Dāraquthniy

Biografi Penulis Kitab Sejarah Hidup Imam Ad-Dāraquthniy bernama Abū Al-Hasan ‘Ali bin ‘Umar bin Ahmad bin Mahdiy bin Mas'ūd bin An-Nu'mān bin Dīnār bin ‘Abdillāh Al-Baghdādiy, seorang ahli qiraat, al-hāfidzh, dan Amīr Al-Mukminīn fī Al-Hadīts. Beliau lahir di bulan Dzulqa'dah tahun 306 H di Baghdad, di sebuah mahallah (distrik/kampung) yang bernama Dār Al-Quthn. Mengenai keluarga beliau, penulis mendapati bahwa ayah beliau adalah ahli hadis dan ahli qiraat, lagi tsiqah.   Adz-Dzahabiy berkata mengenai Imam Ad-Dāraquthniy, “Beliau bagaikan lautan ilmu, termasuk kalangan ulama dunia, kepadanya berakhir hapalan dan pengetahuan ‘ilal hadis dan para rijalnya, bersamaan dengan keilmuan beliau dalam qiraat dan jalur-jalurnya, kuatnya pengetahuan fiqh, perbedaan pendapat, sejarah perang Nabi, sejarah manusia, dan lain-lain.” Beliau juga ahli dalam bahasa, nahwu, dan sastra.   Imam Ad-Dāraquthniy dalam hal aqidah mengikuti salaf ash-shālih. Hal ini tampak dari karya-karyanya...

Syahidnya ‘Abdurrahman al-Ghafiqiy

Berikut 10 poin penting dari perjalanan hidup sang panglima perang besar ini:

  1. Ia bernama Abu Sa’id ‘Abdurrahman bin ‘Abdillah bin Bisyr bin al-Sharim al-Ghafiqiy. Ia lahir di Tihamah sekitar tahun 670 M. Al-Ghafiqiy merupakan seorang tabi’in. Ia meriwayatkan hadis dari ‘Abdullah bin ‘Umar. ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz dan ‘Abdullah bin ‘Iyadh meriwayatkan dari dirinya. Abu Dawud dan Ibn Majah juga memasukkan riwayatnya dalam kitab keduanya.
  2. Ia menetap di Tihamah hingga ia memutuskan untuk pindah ke Afrika pada tahun 703 M demi mengikuti gerakan jihad. Di sana ia berkenalan dengan ‘Abdul ‘Aziz bin Musa bin Nushair. Ia merupakan salah seorang yang bergabung dengan pasukan Musa bin Nushair ketika memasuki Andalusia pada tahun 712 M. Ia menjadi orang terdekat amir pertama Andalusia yaitu ‘Abdul ‘Aziz bin Musa dan yang menunjuknya menjadi komandan pasukan di pesisir timur Andalusia pada tahun 714 M. Dalam beberapa tahun, ia sibuk dengan menambah jumlah pasukannya.
  3. Pada tahun 721 M, amir Andalusia al-Samh bin Malik al-Khaulaniy mencoba untuk menaklukkan Prancis. Terjadilah Perang Toulouse di mana menjadi tempat terbunuhnya al-Samh. Al-Ghafiqiy pun menarik diri bersama pasukan yang tersisa dan kembali ke Andalusia. Pasukannya menunjuknya sebagai amir Andalusia. Ia menjadi amir sampai gubernur Afrika Bisyr bin Shafwan al-Kalbiy menunjuk ‘Anbasah bin Suhaim sebagai amir Andalusia. Al-Ghafiqiy pun mengundurkan diri setelah memerintah Andalusia selama dua bulan saja.
  4. Dalam dua bulan pemerintahan al-Ghafiqiy tersebut, ia berhasil memadamkan api pemberontakan di wilayah utara, sebagaimana ia juga berhasil mengokohkan penguasaan terhadap daerah Septimania yang terletak di Prancis. Ia menjadikan ibukotanya, yaitu Narbonne sebagai markasnya.
  5. Setelah Andalusia dipimpin oleh sederet amir lemah yang menyulut api fitnah antara Arab Qais dan Yaman, Khalifah Umayyah Hisyam bin ‘Abdil Malik menunjuk ‘Abdurrahman al-Ghafiqiy sebagai amir Andalusia pada tahun 730 M. Ia memulai masa pemerintahannya dengan memadamkan pemberontakan Bangsa Berber di wilayah utara yang dipimpin oleh Munuza yang bersekutu dengan Bangsa Frank dalam menghadapi Bangsa Arab. Al-Ghafiqiy pun mengirim kampanye militer di bawah pimpinan Ibn Ziyan yang kemudian berhasil memadamkan pemberontakan tersebut serta membunuh Munuza.
  6. Di tengah masa pemerintahannya, al-Ghafiqiy membangun sejumlah jembatan yang terkenal di Cordova, yang berseberangan dengan istana dan masjid.
  7. Pada tahun 732 M, al-Ghafiqiy memimpin pasukan dan menyeberangi Pegunungan Pirenia untuk memperluas wilayah kekuasaan di Prancis. Ia bersama pasukannya menuju Kota Arles dekat Sungai Rhône. Kemudian ia mengalahkan pasukan Odo Duke Aquitaine dalam Perang Bordeaux di tepi Sungai Garonne. Ia menyerbu Aquitaine dan menguasai ibukotanya, Bardal (Bordeaux) setelah melalui pengepungan singkat. Dari sana, ia mengarahkan pasukan ke Bourgogne, menguasai Lyon dan Besançon, lalu tiba di Sens. Dengan begitu, al-Ghafiqiy sudah menaklukkan setengah Prancis bagian utara seluruhnya dari Timur ke Barat dengan jarak 1000 mil dalam waktu beberapa bulan saja.
  8. Setelah kekalahan Duke Odo, ia melarikan diri ke Paris dan berkumpul dengan Charles Martel, penguasa langsung Prancis. Ia menyampaikan kepadanya perihal bahaya yang akan datang dan seberapa penting untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada tahun 732 M, ‘Abdurrahman al-Ghafiqiy mulai melakukan kampanye militer baru untuk menguasai Paris, ibukota Frank. Charles Martel pun mengumpulkan 80 ribu tentara yang terdiri dari orang Gaul dan Jerman serta memberangkatkannya untuk menghadapi pasukan al-Ghafiqiy yang berjumlah 50 ribu orang. Kedua pasukan bertemu di lembah yang terletak antara Kota Tours dan Poitiers lalu berperang selama lebih dari 7 hari. Perang ini juga dikenal dengan Perang Bilath al-Syuhada’.
  9. Pada hari terakhir, terjadi kekacauan di barisan pasukan al-Ghafiqiy sebagai dampak dari penyerbuan kamp harta ganimah yang dilakukan oleh beberapa orang pasukan Charles Martel. Hal ini membuat banyak pasukan al-Ghafiqiy mundur untuk mempertahankan ganimah mereka. ‘Abdurrahman pun ketika itu mencoba untuk mengatur barisan pasukannya kembali, tetapi ia berakhir sebagai syahid disebabkan panah yang menusuknya. Terjadilah kekacauan parah di dalam pasukannya. Ia syahid pada 15 Sya’ban 114 H atau 10 Oktober 732 M.
  10. Di antara kesalahan al-Ghafiqiy adalah menganggap enteng pasukan Frank dan meyakini bahwa jumlah mereka sedikit. Charles Martel berhasil menyembunyikan jumlah pasukannya dengan sengaja melalui Pegunungan Pirenia, berbeda dengan al-Ghafiqiy yang dengan pasukannya melalui daerah terbuka. Martel memilih lokasi perang yang sesuai dengan pasukannya yang dilatihnya untuk berperang di wilayah yang luas. Sementara al-Ghafiqiy sendiri juga tidak mengikuti metode penguasaan secara perlahan yang cocok untuk diterapkan di Prancis. Ia juga “tidak selesai” dalam mempelajari kondisi iklim dan geografi Prancis serta letak pasukannya yang begitu jauh dari markas perbekalan perang.

Sumber:

  1. Siyar A’lâm al-Nubalâ’, al-Dzahabiy.
  2. Jamharat Ansâb al-‘Arab, Ibn Hazm al-Andalûsiy.
  3. Al-Bayân al-Mughrib fî Ikhtishâr Akhbâr al-Andalus wa al-Maghrib, Ibn ‘Idzâriy.
  4. Al-A’lâm, al-Zirikliy.
  5. Nafh al-Thîb min Ghusn al-Andalus al-Rathîb, al-Maqarriy.


Komentar